credit to: Revo Suladasha |
Pada beberapa bulan awal pandemi, daya beli masyarakat menurun disertai berkurangnya kepercayaan untuk membeli makanan di luar. Sebagai konsumen, saya pribadi juga merasakan hal ini, sehingga saya lebih memilih masak sendiri alih-alih membeli makanan di luar. Selain untuk berhemat di tengah kondisi yang tidak pasti, memasak makanan sendiri juga lebih terjamin higienitasnya. Mau tidak mau, kondisi ini berimbas pada usaha kuliner.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) termasuk salah satu yang paling terdampak, seperti kedai ramen langganan saya. Ada banyak sekali usaha kecil rumahan yang berhenti berproduksi, mulai dari usaha kue basah, ayam bakar, susu kedelai, hingga aneka makanan dan minuman ringan lainnya.
Pandemi juga membatasi ruang gerak dan mobilitas. Berdasarkan data yang dilansir dari ayoyogya.com, sekitar 73% mahasiswa pendatang atau lebih dari 200.975 orang, memutuskan untuk meninggalkan DIY karena perkuliahan dilaksanakan secara daring. Imbasnya, potensi uang yang berputar di DIY berkurang hingga Rp833,9 miliar per bulan atau sama dengan Rp27,8 miliar per hari. Jumlah konsumen produk kuliner UMKM pun berkurang besar-besaran. Padahal, 98% ekonomi DIY digerakkan oleh UMKM.
Kondisi sulit dan penuh ketidakpastian ini ibarat lorong panjang nan gelap, yang entah di mana ujungnya. Namun—mengutip Confucius, lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan. Dan seseorang menyalakan lilin kecil sebagai penerang, sebagai harapan. Dialah Revo Al Imran Sulaeman atau Revo Suladasha, seorang pebisnis di bidang food and beverage. Bersama rekannya, Eri Kuncoro yang merupakan konsultan marketing, ia berinisiatif mengumpulkan produk dari para pegiat UMKM kuliner dan F&B kreator ke dalam sebuah etalase virtual di Instagram @yuktukoni dan website tukoni.id. Bagaimanapun, UMKM harus tetap bergerak meski berjarak.
Berawal dari Gerakan Sosial, Berwujud Menjadi #YukTukoni
Rabu siang yang gerimis (9/12/2020), di kedai kopi Kolektif yang ia kelola, pria 34 tahun ini bercerita tentang perjalanannya mendirikan Tukoni sebagai sebuah solusi bagi UMKM di tengah pandemi. Ia terlihat ramah dan santai dalam balutan kaus putih dan topi yang bertengger di kepalanya.
Revo Suladasha saat ditemui di Kolektif Collaboration Co-working Space (dok. pribadi) |
“Kasusnya sesederhana ini, ketika covid bulan pertama, teman-teman UMKM kuliner bingung, nggak bisa jualan, nggak tahu harus ngapain, ya udah pasrah,” tutur Revo mengawali cerita, “akhirnya kita berinisiatif bikin social movement, ngumpulin produk, bikin katalog di Instagram.”
Instagram yuktukoni |
Di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu, ternyata Tukoni mendapat respons bagus dari masyarakat. Jumlah pesanan semakin meningkat, seiring jumlah follower Instagram-nya yang juga semakin bertambah dari hari ke hari. Melihat respons bagus tersebut, Revo berinisiatif mencari tempat khusus agar tidak lagi menumpang di tempat temannya. Ia juga membeli alat pengemas kedap udara (vakum) agar produk semakin tahan lama, melakukan quality control, mendesain ulang kemasan, dan pemotretan produk yang lebih menarik. Dari sinilah kemudian mulai ada kesepakatan kerja sama antara Tukoni dan para pegiat UMKM sebagai mitra dengan tetap berlandaskan pada gerakan sosial (social movement) yang tidak memberatkan kedua belah pihak. Kerja sama tersebut dilakukan dengan sistem konsinyasi atau titip jual dengan margin 15%.
Credit to: Revo Suladasha |
Seiring perkembangannya, semakin banyak mitra yang bekerja sama dengan Tukoni. Melalui program kolaborasi kuliner hits, Tukoni menggandeng kedai-kedai yang kerap menjadi destinasi para pencinta wisata kuliner. Pandemi membatasi gerak kita untuk berwisata, namun bukan berarti kita tidak bisa berwisata kuliner dari rumah dengan memesan aneka kuliner hits yang ada di Yogyakarta. Tukoni mengemas produk tersebut dalam bentuk beku (frozen food) sehingga lebih tahan lama untuk dikirim keluar kota dan bisa dinikmati di rumah. Program kolaborasi kuliner hits juga turut membantu mengangkat produk-produk UMKM lain yang belum dikenal masyarakat secara luas.
Sampai sekarang, sekitar 100-an jenama telah menjadi mitra Tukoni dengan jumlah produk hampir 200 jenis makanan dan minuman. Salah satunya adalah produk dari kedai ramen langganan saya yang kini dijual dalam bentuk kering, lengkap dengan bumbunya. Banyaknya produk yang tersedia di Tukoni memudahkan konsumen untuk membeli beragam produk dari berbagai jenama dalam satu tempat dengan pengiriman cukup satu kali sehingga lebih efisien.
credit to Revo Suladasha |
Tukoni berkembang cukup pesat dalam waktu yang relatif singkat. Puncaknya, dalam satu hari pernah ada order hingga 2000. Hal ini menuntut Revo untuk membuka lapangan pekerjaan baru dengan mempekerjakan admin, tim pengemasan, dan kurir khusus untuk pengantaran di area Yogyakarta. Revo juga terus berinovasi dengan menghadirkan produk yang lebih beragam di katalog Tukoni, salah satunya menu angkringan. Ya, nasi kucing serta aneka lauk yang biasanya dijual di gerobak angkringan ini ternyata juga dijual oleh Tukoni dan cukup banyak peminatnya. Sate telur puyuh, sate koyor, gorengan, tahu dan tempe bacem dikemas dalam plastik yang sudah divakum sehingga lebih tahan lama untuk dikirim keluar kota.
Edukasi UMKM dan Pola Pikir yang Perlu Diubah
Selama mengelola Tukoni, Revo yang sudah belasan tahun berkecimpung dalam bisnis kuliner menilai ada pola pikir yang harus diubah jika ingin maju dan berkembang. Ia mencontohkan salah satu produk UMKM yang cukup banyak diminati konsumen, namun pihak UMKM sebagai produsen merasa kewalahan karena banyaknya pesanan. Masalah ini pun dibedah dan dicarikan solusi, yaitu dengan menambah SDM yang disediakan oleh Tukoni untuk membantu produksi. Sayangnya, muncul kekhawatiran dan ketakutan dari pihak produsen jika SDM yang disediakan oleh Tukoni nantinya akan memproduksi sendiri produk tersebut. Padahal, konsep Tukoni adalah platform untuk produk UMKM, dan Tukoni sendiri bukanlah produsen.
Karena itulah, penting mengubah pola pikir untuk lebih terbuka dan membuang kekhawatiran yang tidak perlu. Di sisi lain, banyak UMKM yang belum berpikir out of the box untuk desain, packaging, marketing, branding, komunikasi, dan membangun jaringan. Contohya, ketika Tukoni mengunggah foto produk yang lebih estetis dan menarik, ada pihak UMKM yang menanyakan apakah benar itu produk dari mereka. Revo pun dengan sabar menjelaskan bahwa produk tersebut memang milik mereka, namun telah didesain sedemikian rupa agar terlihat menggugah selera. Bahkan ia menganalogikan dengan mi instan yang dimasak sendiri pasti tampilannya berbeda dengan gambar pada kemasannya.
Salah satu produk di website tukoni.id |
Salah satu produk di website tukoni.id |
Kendala-kendala tersebut membuat Revo tidak berhenti pada penjualan produk-produk UMKM melalui Tukoni. Ia juga mengedukasi para pegiat UMKM dengan mengadakan FGD (Focus Discussion Group) beberapa kali. Bahkan ia menggandeng beberapa rekannya yang memiliki skill di bidang desain, komunikasi, branding, dan marketing untuk mengedukasi para pegiat UMKM yang bertujuan meningkatkan nilai produk mereka agar mampu bersaing di luar.
“Waktu saya ke Malaysia, dan terakhir ke Singapura, saya bandingkan produk UMKM mereka dengan Indonesia, produk-produk kita sangat bisa bersaing,” ucapnya yakin dan optimis.
Rencana selanjutnya, Tukoni akan dikembangkan menjadi mobile app yang berbeda dengan aplikasi pesan antar makanan lainnya. Selama ini, pemesanan di Tukoni masih dilakukan lewat DM Instagram dan WhatsApp. Selain aplikasi, ke depannya Tukoni juga akan mendirikan factory yang fokus pada pengemasan dan toko ritel yang dilengkapi dengan tempat makan. Tentu saja, produk-produk yang dijual adalah produk dari UMKM yang menjadi mitra Tukoni.
Ada goal besar yang ingin dicapai oleh Revo dalam mengelola Tukoni. Dengan semangat majukan Indonesia, Revo ingin menjadikan Tukoni sebagai rumah UMKM Indonesia.
Menerima SATU Indonesia Awards
credit to Revo Suladasha |
Revo tak pernah menyangka bahwa Tukoni yang ia dirikan bersama rekannya berhasil mengantarkan mereka menerima SATU Indonesia Awards dari PT. Astra Internasional Tbk. Bahkan ia sendiri tidak pernah mendaftar, melainkan didaftarkan oleh salah seorang wartawan media online. Tak lama setelah itu, ia menerima pemberitahuan bahwa ia dan rekannya selaku pendiri Tukoni, masuk 12 besar calon penerima SATU Indonesia Awards. Ia pun menyiapkan materi presentasi dan hal-hal terkait lainnya. Saat pengumuman, ia dan rekannya berhasil meraih SATU Indonesia Awards kategori khusus pejuang tanpa pamrih di masa pandemi Covid-19.
Perjuangan Revo mendirikan Tukoni dan mendampingi UMKM memang patut diapresiasi. Sebab, di tengah ketidakpastian dan kekalutan akibat pandemi, tidak banyak orang yang mampu berpikir solutif lalu mengeksekusinya dengan baik seperti Revo mendirikan Tukoni. Agar dapat bertahan di tengah pandemi, perlu adanya perubahan demi melakukan penyesuaian. Perubahan itu datang dari mereka yang memiliki panggilan jiwa untuk membuat dunia yang lebih baik. Dan, Revo adalah salah satunya.
Sangat menginspirasi, Mbak Ayun. Betapa pandemi tak menyurutkan seseorang untuk berhenti dan jatuh, malah justru bisa membantu banyak kelompok masyarakat yang terdampak :)
ReplyDelete