Boko, 1755
KBA Kemuning, 2018
Sarijan memacu kudanya kencang, meninggalkan kampung Boko. Si kuda terus berlari tak tentu arah, menghindari kejaran pasukan Belanda. Hutan lebat nan gelap ditembusnya, hingga sampailah ia di sebuah tempat penuh bebatuan.
Di situlah Sarijan beristirahat sejenak sembari memikirkan langkah selanjutnya. Meninggalkan kampung halaman memang pilihan yang berat bagi Sarijan. Namun, apa boleh buat, dia terpaksa melakukannya. Kerajaan Mataram tempatnya mengabdi sebagai abdi dalem telah pecah. Sedangkan keselamatannya terancam oleh penjajah Belanda.
Tak lama berselang, pasukan Belanda menemukan Sarijan. Pertempuran tak terhindarkan. Dengan gesit, Sarijan berhasil membunuh beberapa lawannya. Namun, jumlah lawan yang tak seimbang membuatnya harus rela kehilangan sang kuda yang terbunuh dalam pertempuran tersebut, meninggalkan bekas tapak yang kini dinamakan Tapak Jaran.
Sarijan berhasil melarikan diri dari kejaran Belanda. Di dalam sebuah goa yang sempit, gelap, nan lembab, dia bersembunyi selama beberapa waktu. Saat keadaan dirasa sudah aman, dia keluar dan melihat sekelilingnya. Dengan semangat bang orang kasmaran, Sarijan berniat membangun pemukiman di daerah tersebut. Akhirnya, goa tersebut diberi nama Goa Asmara atau Song Asmara.
Saat menjelajah hutan di sekitar goa, Sarijan menemukan jalan menuju dua makam kuno. Entah makam siapa. Dia pun memutuskan tingggal di hutan tersebut dan berganti nama menjadi Mbah Reso Wijoyo yang artinya harapan yang abadi. Dia mulai memasang patok, membangun pemukiman, dan bercocok tanam.
Waktu terus berlalu. Sarijan ingin menjemput anak istrinya di Boko untuk tinggal di pemukiman barunya. Namun, rencana itu telah diketahui oleh Belanda. Sarijan kembali diburu. Dalam keadaan genting, Sarijan bertapa di sebuah batu bernama song putra untuk meminta perlindungan kepada Yang Maha Kuasa. Konon, tumbuhlah pohon kemuning di dekat makam. Pohon-pohon kemuning yang lebat menutupi pemukiman tersebut, hingga Belanda terkecoh karena yang mereka lihat hanya hutan belantara, bukan pemukiman. Akhirnya, pemukiman yang dibangun oleh Sarijan atau Mbah Reso Wijoyo dinamakan Kampung Kemuning, yang artinya kejernihan dalam berpikir.
***
KBA Kemuning, 2018
Ratusan tahun berlalu sepeninggal Mbah Reso, nama Kemuning seolah-olah tenggelam di antara nama-nama daerah lain yang lebih dikenal karena pesona wisatanya di tlatah Gunungkidul. Saya sendiri yang beberapa tahun tinggal di Yogyakarta juga baru pertama kali mendengar nama tersebut menjelang kunjungan bersama tim Astra pada November lalu.
Tak pernah saya sangka sebelumnya bahwa di daerah yang nyaris tersembunyi, dikelilingi belantara hutan, dengan akses berupa jalan cor blok, ternyata ada sebuah kampung dengan geliat semangat serta kemandirian yang menakjubkan. Akses ke kampung kemuning memang tidak bisa dibilang mudah. Kami harus menempuh jalan terjal berkelok, melewati punggung bukit dengan hutan di sekelilingnya. Namun, lokasi dan akses yang susah tidak menjadikan kampung Kemuning tertinggal. Justru, ada harapan besar dari sebuah kampung yang tersembunyi ini.
Adalah Astra yang kemudian menjadikan Kampung Kemuning sebagai salah satu dari Kampung Berseri Astra (KBA) yang tersebar di seluruh Indonesia. Awalnya, Astra melakukan program penghijauan di wilayang yang tak jauh dari Kampung Kemuning. Dari sinilah, kemudian pihak Kampung Kemuning mengajukan proposal. Sejak tahun 2016, setelah melalui serangkaian proses dan survei oleh tim Astra, kampung yang dihuni oleh 357 warga ini resmi menjadi kampung binaan Astra.
Bersih dan asri menjadi kesan pertama yang tertangkap lensa mata kala mobil yang kami naiki memasuki kawasan Kemuning. Berikutnya, Kepala Dukuh dan beberapa warga menyambut kami dengan ramah disertai sambutan adat. Satu per satu dari kami dipakaikan kain batik, disematkan bangle, dan diciprati air (yang dicampur dengan daun kemuning) menggunakan daun pandan. Konon, adat ini dilakukan untuk tolak bala sekaligus menjadi simbol bahwa kami telah resmi diterima di Kemuning.
Di pendopo Astra yang berada di samping Telaga Kemuning, kami disambut hangat dengan sajian khas berupa gaplek geprek, ditemani minuman hangat dan kacang tanah. Kata Pak Suhardi, kepala dukuh Kemuning, gaplek geprek ini memiliki makna filosofis yang menggambarkan serangkaian proses kehidupan manusia mulai lahir hingga meninggal dunia. Disajikan dengan campuran gula Jawa dan parutan kelapa, gaplek geprek memiliki cita rasa yang manis dan gurih.
Selanjutnya, kami diajak keliling kampung melihat geliat warga berkativitas menjalankan program-program binaan Astra yang mencakup empat pilar, yaitu pendidikan, kewirausahaan, lingkungan, dan kesehatan. Keempat pilar tersebut berpadu menopang proses menuju sebuah harapan untuk mandiri.
Taman Kanak-Kanak; Harapan bagi Penerus Masa Depan
Aneka mainan edukatif dan pernak-pernik khas anak-anak menghiasi bangunan kecil yang tak lain adalah sebuah sekolah TK. Bangunan mungil ini disekat menjadi beberapa ruangan, ruang kelas, bermain, dan beribadah. Buku-buku berderet di rak. Tak banyak, tapi bermanfaat bagi pengembangaan pendidikan di sekolah ini. Dua orang guru dengan telaten menemani murid-muridnya belajar sambil bermain. Anak-anak belajar dengan ceria, sesekali diselingi tawa. Segala keterbatasan tidak membuat mereka menyerah pada keadaan. Anak-anak itu, merekalah yang akan menjadi penerus di masa depan.
Inilah Raudhatul Athfal/RA. Masyitah yang menjadi bidikan Astra dalam menegakkan pilar pendidikan Astra. Salah satu bantuan yang diberikan adalah mainan edukatif untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Selain itu, Pak Suhardi, kepala dukuh Kemuning, juga menjelaskan bahwa peran Astra tidak berhenti sampai di situ. Beasiswa juga diberikan kepada murid mulai tingkat SD hingga SMA. Hal ini menunjukkan bahwa Astra memang benar-benar berkomitmen menegakkan pilar pendidikan mulai usia dini hingga menengah atas.
Oase itu Bernama Oase Gunung Sewu Kemuning
Singkong pandesi dan pisang uter adalah dua dari hasil bumi Kemuning yang nyaris tak ada harganya, saking murahnya. Namun itu dulu. Saat ini, melalui UKM Oase Gunung Sewu Kemuning, keduanya “naik kelas” menjadi olahan yang tidak hanya enak, tapi juga unik dan khas. UKM ini merupakan binaan Astra melalui pilar kewirausahaan.
“Kami memproduksi produk lokal yang ada di daerah Kemuning. Yang tadi... rendah nilai jualnya, dikemas begini, dibikin produk UKM, jadi agak sedikit naik daya jualnya,” tutur Bu Siti Romlah, salah satu anggota UKM Oase Gunung Sewu Kemuning, sembari mengenalkan produk-produk yang tertata di hadapannya.
Ada gaplek geprek, jenang pisang, lempeng singkong, dan banana roll. Gaplek geprek, salah satu sajian khas yang menarik perhatian saya. Dikemas dalam selosong bambu, gaplek geprek tampil elegan setelah melalui serangkaian proses panjang. Dari singkong pandesi yang murah, pembuatan gaplek geprek diawali dengan mengupas singkong, menjemur, merendam selama tiga hari, lalu merebusnya. Sebuah proses yang panjang dan bermakna filosofis yang menggambarkan proses kehidupan manusia mulai lahir hingga meninggal dunia.
Masuk ke dapur, terlihat beberapa orang yang sibuk dengan adonan, baik adonan singkong maupun campuran tepung dan pisang. Mereka sedang membuat lempeng singkong dan banana roll. Adonan singkong ditata pada tutup panci, lalu dikukus hingga matang dan dijemur. Setelah kering, lempeng singkong siap digoreng dan dinikmati. Sedangkan pembuatan banana roll menggunakan cetakan kue semprong. Aroma harum khas kue kering menyeruak begitu cetakan dibuka dan banana roll matang.
Kreativitas dan kerja keras tampak pada kekompakan mereka menghidupkan UKM Oase Gunung Sewu Kemuning. Meski jangkauan pemasaran hasil produksi mereka belum luas, masih sebatas pada tetangga desa atau event-event pameran produk daerah, namun mereka tetap bersemangat dan tak berhenti berkreasi. Hasilnya pun dapat dirasakan. Seperti diungkapkan oleh Bu Siti Romlah, kegiatan di UKM tak hanya meningkatkan skill dan mengisi waktu, khususnya bagi ibu-ibu, tetapi juga menambah penghasilan. Seperti namanya, UKM Oase Gunung Sewu Kemuning yang dibina oleh Astra mampu menjadi oase bagi anggotanya.
Bank Sampah; Sebuah Harapan untuk Mencintai Lingkungan
Indonesia adalah negara kedua penyumbang sampah plastik terbanyak di dunia, kata-kata Bu Susi Pudjiastuti dalam forum Ubud Writers and Readers Festival Oktober lalu masih terngiang di telinga saya. Sedih mendengarnya. Tapi kenyataannya memang demikian. Sampah menjadi salah satu masalah terbesar dalam menjaga kelestarian alam dan lingkungan.
Saat ini, membuang sampah di tempatnya tidak cukup untuk menjaga kelestarian lingkungan. Sebab, sampah yang kita buang tidak serta-merta lenyap dan terurai. Sampah-sampah tersebut hanya berpindah tempat, dari tempat sampah di halaman rumah, kemudian menggunung di tempat pembuangan akhir. Langkah paling tepat selain berusaha untuk zero waste adalah mengelola dan mendaur ulang.
Bertajuk “Sampahku, Amalku”, warga KBA Kemuning bersama Astra dan Bank Sampah mewujudkan harapan untuk mencintai lingkungan. Tepat di samping rumah Pak Suhardi, beberapa warga memilah sampah sesuai jenisnya, seperti kardus, botol plastik, dan lain-lain. Sampah-sampah tersebut dikumpulkan dari rumah-rumah warga. Setelah dipilah, sampah akan diambil oleh Bank Sampah yang datang dua minggu sekali.
“Bank Sampah di sini semenjak ada Astra, sebelumnya belum ada. Ya.. daripada sampah dibakar, kan nggak bisa terurai kalau plastik kayak gitu,” tutur Endang Winarsih, sekretaris Bank Sampah di sela-sela aktivitasnya memilah sampah bersama warga lainnya.
Membentuk kesadaran masyarakat untuk peduli pada lingkungan memang tidak bisa dilakukan dengan instan. Semua perlu diawali dengan proses panjang. Bersama Astra, KBA Kemuning telah memulai proses tersebut. Hasilnya, lingkungan terlihat bersih dan asri. Keuntungan lainnya, uang dari Bank Sampah mereka masukkan dalam dana kesehatan yang digunakan untuk mengelola Posyandu balita dan lansia.
Sehat Bersama, dari Balita hingga Lansia
Aku anak sehat tubuhku kuat
Karena ibuku rajin dan cermat
Semasa aku bayi selalu diberi asi
Makanan bergizi dan imunisasi
Berat badanku ditimbang selalu
Posyandu menunggu setiap waktu
......
Karena ibuku rajin dan cermat
Semasa aku bayi selalu diberi asi
Makanan bergizi dan imunisasi
Berat badanku ditimbang selalu
Posyandu menunggu setiap waktu
......
Lagu itu mengalun diiringi tepuk tangan banyak orang. Ibu-ibu memangku balitanya. Para kader posyandu duduk berjajar di depan. Tak ketinggalan, nenek-nenek turut serta. Mereka duduk rapi dengan wajah bersemburat senyum. Raga yang renta tak menyurutkan semangat mereka untuk datang ke Posyandu. Jika Posyandu pada umumnya dikhususkan bagi balita dan ibu hamil, Posyandu di KBA Kemuning berbeda. Dan jujur, baru di sini saya menemukan Posyandu semacam ini.
Tak hanya balita, lansia juga bisa memanfaatkan layanan kesehatan di Posyandu. Program ini merupakan perwujudan dari pilar kesehatan Astra. Para balita dan lansia ditimbang berat badannya, diukur tekanan darahnya, lalu dicatat pada buku khusus untuk memantau kesehatan mereka.
“Sekedap nggih, Mbah...,” kata salah satu kader Posyandu sambil mencatat tekanan darah seorang lansia. “Normal, Mbah. Njenengan sehat,” lanjutnya.
Seorang lansia yang dipanggil mbah mengguratkan senyum di wajah keriputnya. Lalu, bergantian lansia lainnya menimbang berat badan dan mengukur tensi darah. Semetara di sisi sebelahnya, kader Posyandu lain sibuk menenangkan balita-balita yang sebagian menangis saat ditimbang.
Di kampung yang terpencil seperti ini, tak disangka memiliki layanan kesehatan yang mencakup balita sekaligus lansia. Hal ini mengingatkan saya pada kampung halaman yang meskipun lokasinya mudah diakses, namun untuk sekadar tensi darah dan menimbang berat badan, almarhumah nenek dulu harus kami antar ke dokter umum atau Puskesmas yang jaraknya cukup jauh. Posyandu di kampung kami hanya fokus pada kesehatan balita dan ibu hamil.
Setiap tanggal 10, Posyandu dilaksanakan di KBA Kemuning. Dengan begitu, tidak sulit untuk memantau kesehatan para lansia dan balita. Atau, jika ada tanda-tanda sakit, misalnya tekanan darah yang menurun, bisa langsung terdeteksi dan dibawa ke Puskemas untuk tindakan lebih lanjut. Untuk mendukung Posyandu, kader-kadernya juga rutin mengikuti penyuluhan kesehatan. Sebab, sehat adalah nikmat yang berhak dirasakan oleh semua, baik balita maupun lansia.
Hampir seharian berkeliling KBA Kemuning membuat saya terkesan melihat perkembangan kampung kecil ini dari waktu ke waktu. Bahkan, kepala dukuhnya sendiri seolah-olah tak percaya bahwa kampung yang dipimpinnya bisa seperti sekarang ini. Lokasi yang tersembunyi di tengah hutan jati tidak menjadikan KBA Kemuning kehilangan harapan. Empat pilar mulai tegak di kampung ini. Pendidikan yang memadai, wirausaha yang mulai terlihat hasilnya, lingkungan yang bersih dari sampah, dan kesehatan bagi seluruh warga. Semua menjadi bukti bahwa harapan dan mimpi-mimpi akan senantiasa menemukan jalannya sendiri.
*) Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Anugerah Pewarta Astra 2018
Wah, masyarakat yang sehat dan kreatif adalah mereka yang sukses di masa depan ya.
ReplyDeleteSehat dan kreatif itu harusharus :)
DeleteAku suka perjalanannya menuju ke KBA Kemuning mbk, apik ijo2 gitu yess
ReplyDeleteIjo2 dengan jalan cor blok yg nggronjal-nggronjal. hahaha
Deletekalau ke sana aku khilaf ini jajan hasil kreasi mereka :D
ReplyDeleteaku kemarin beli lempeng kering yg tinggal goreng, murah banget 15 ribu dapat seplastik gede.
DeleteAku mau gaplek gepreknya. Wuaahh,klo lempeng singkong itu aku menyebutnya sarmiyer.
ReplyDeleteDi Jember nyebutnya samiler. Hehe... beda tipis, Mbak.
DeleteJust wanna say, SEMOGA MENANG. Tulisannya apik.
ReplyDeleteAmin ya rabbal alamin...
DeleteAku suka baca paragraf awalnya, aku pikir fiksi, lalu apikir lagi cerita rakyat. Emang senang sama cerita legenda atau dongeng mau aku ingetin buat stock mendongeng ke anak hehe taunya asal usul daerah di Jogja ya. Dan kemuning ini salah satu daerah pelosok yang beruntung tersentuh Astra ya. Yang aku tahu itu Astra banyak sekali yayasannya termasuk untuk pemberdayaan masyarakat ekonomi mandiri, juga pendidikan. Jadi ikut seneng bacanya masyarakat kemuning ikut terbantu.
ReplyDeleteSengaja bikin pembuka ala fiksi buat narik minat pembaca. Hehehe
DeleteKampung kemuning memang membuat kita akan terpana bahwa di desa tersebut sangatlah produktif menghasilkan jajanan tradisional.
ReplyDeleteAstra membantu ekonomi desa kemuning.
Kreativitas yang menghasilkan produktivitas.
DeleteKampung kemuning ini ternyata ada sejarahnya sendiri yaa. Bagus ya kampungnya sekarang, warganya juga produktif.
ReplyDeleteIya, Mbak, ternyata kampung ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu.
DeleteBaru tahu kalau ada wisata telaga kemuning setelah baca postingan ini. Btw, aku suka dengan adanya program bank sampah dan semoga di kampungku akan segera ada program bank sampah juga.
ReplyDeleteAmin....
DeleteAku juga pengen di kampungku ada program kayak gini, pasti membantu banget.
Seru juga ya ada wisata program kemuning ini...dan acaranya seru bangt pastinya mengedukasi orang disana
ReplyDeleteHabis dari Kemuning merasa dapat banyak inspirasi dan semangat.
DeleteGaplek geprek...hmm, jadi laper pagi-pagi lihat penampakannya. Entah berapa tahun lalu terakhir makan gaplek (tanpa geprek)..Dan saya jadi acung jempol dengan warga yang meningkatkan nilai jualnya juga beberapa penganan tradisional lainnya.
ReplyDeleteBelum lagi kegiatan pendidikan, lingkungan dan kesehatan di kampung ini..Salut untuk warga dan Astra yang telah mendukungnya!
Semoga banyak kampung lain yang terinspirasi dan tertular semangatnya..
Amin...
DeleteBeruntung banget kampung Kemuning bisa "berjodoh" dengan Astra, jadi banyak aspek yang diperhatikan dan dikembangkan.
Wah mba Ayun ternyata kita satu kota ya hehe. Saya malah belum tahu ada kampung Kemuning ini. Lokasi tepatnya di mana mba?
ReplyDeleteIya, Mbak, aku di Banguntapan. Kalo KBA Kemuning ini dari Patuk masih lurus, sebelum Tahura belok kanan, masuknya agak jauh lewat hutan dan perkebunan.
DeleteKalau lingkungan rumah semua bisa seperti kampung berseri nya astra, pasti jadi segar dan asri
ReplyDeleteIya, Mbak. Warganya juga kreatif dan produktif.
Deletewah lansia juga diperhatikan banget yaaa.. biasanya emang disini cuma balita doang soalnya. bagus banget ini programnya mbak salut banget aku.. semiga berkembang terus yaaa aku juga lagi belajar zero waste ini meskipun masih susah banget.. tapi semangat
ReplyDeleteGaplek, jenang, dll dh dah lama gak makan makanan itu. DI sana msh diproduksi ya, melestarikan jajanan kampung :D
ReplyDeleteProgram2nya bagus2 ya, mulai dr balita, lansia, TK, UKM dll. Ini kampung salah satu binaan Astra ya? Banyak jg ya kampung binaan Astra ini :D
Cemilannya kayaknya enak-enak ya Mba. Ini sudah dijual diluar daerah kemuningkah?
ReplyDeleteAstra ini keren banget yah, membina masyarakat dan desanya, gerakan ini patut diacungi jempol dan dicontoh oleh desa-desa lainnya
ReplyDeleteIya, program kayak gini patut dijadikan contoh.
DeleteKeren banget deh programnya. Membina desa supaya bisa lebih produktif lagi dan mensejahterakan masyarakatnya. Saluut..
ReplyDeleteHats off buat Astra dan KBA Kemuning.
DeleteGapleknya menggoda banget, udah lama gak makan gaplek nih.
ReplyDeleteKawasan Gunung Kidul belakangan ini memang lagi banyak berbenah ya. Wisatawan juga mulai melirik objek wisata di sekitar sini, semoga warga Kemuning juga bisa merasakan dampak positifnya. Dan makin banyak daerah yang menjadi binaan Astra.
Nostalgia banget kalo makan gaplek, jadi ingat masa kecil.
DeleteJadi ngiler sama gaplek geprek, jenang pisang, lempeng singkong, dan banana roll. Pasti enyak yaa..
ReplyDeleteSama warga setempat hanya dijual di lokasi atau sudah tersedia di toko oleh-oleh ?
Jadi penasaran daerah Kemuning ini pasti cantik ya..
Cantik dan asri. Kalo oleh-oleh masih belum terlalu luas penjualannya.
DeleteWahhh masyarakatnya kreatif dan sangat inovatif sekali ya bisa memanfaatkan yang ada jadi sesuatu yang bermanfaat
ReplyDeleteSalut ya sama semangat warga KBA Kemuning.
DeleteWah jadi penasaran sama kampung ini. Terutama potensi lokalnya. Saya sangat suka.
ReplyDeleteMampir kalo ke Jogja, Mas. Warganya sangat ramah menyambut tamu.
DeleteThanks for sharing,.
ReplyDelete