Perjalanan ini sebenarnya masih
dalam rangkaian perjalanan eksplor Lumajang saat mudik bulan Mei lalu. Setelah
bertualang ke negeri atas awan, dalam perjalanan ke Klakah, saya mampir ke Ranu
Klakah dan Ranu Pakis. Kecamatan Klakah memang terkenal dengan ranu atau
danaunya. Ranu Klakah, Ranu Pakis, dan Ranu Bedali disebut ranu segitiga yang
menjadi icon pariwisata Kecamatan Klakah. Ketiganya begitu sering saya
kunjungi sejak dulu. Namun sudah sekitar tiga tahun saya tidak menikmati
suasana di tepi ranu. Maka, sore itu pun saya melepas lelah di tepi Ranu Klakah
dan Ranu Pakis, tanpa melanjutkan perjalanan ke Ranu Bedali yang lebih jauh
lagi.
Baik Ranu Klakah maupun Ranu Pakis,
keduanya mudah dijangkau dengan kendaraan bermotor. Dari arah Surabaya, begitu
memasuki Kabupaten Lumajang, kecamatan pertama adalah Kecamatan Ranuyoso, lalu
Kecamatan Klakah, dan arah menuju Ranu Klakah tak jauh dari Pasar Klakah.
Setelah melewati Pasar Klakah, kita akan mendapati plawangan atau palang
perlintasan kereta api yang tak jauh dari Stasiun Klakah, lalu belok kiri (arah
timur). Sekitar seratus 100 meter, ada pertigaan di belakang masjid, lalu ambil
arah ke kiri, lurus saja hingga terlihat pintu masuk Ranu Klakah.
Setelah tiga tahun tidak mengunjungi
Ranu Klakah, ternyata ranu seluas 22 hektar
ini tak banyak berubah. Masih sejuk dengan semilir angin yang cocok untuk
bersantai di sore hari.
Sayangnya,
sore itu langit sedikit mendung, sehingga Gunung Lemongan yang melatari Ranu
Klakah juga tertutup mendung. Bahkan tak lama setelah kami tiba di Ranu Klakah,
gerimis tiba-tiba turun. Kami pun segera beranjak pulang.
Dari Ranu Klakah yang terletak di
Desa Tegalrandu, kami menuju Desa Ranu Pakis yang juga melewati Ranu Pakis. Cukup
ambil arah kiri dari Ranu Klakah, dan tak lebih dari sepuluh menit, Ranu Pakis
sudah terlihat membentang seluas 112 Ha dengan kedalaman 26 meter. Permukaan
airnya tampak berkilauan. Di kejauhan, Gunung Lemongan menjadi latar
pemandangan di Ranu Pakis. Kami pun bersantai sejenak sambil menikmati udara
segar di tepi ranu
Begitu memasuki pemukiman di tepi
Ranu Pakis, banyak penduduk sekitar yang menjajakan ikan segar di depan
rumahnya. Ikan-ikan itu dibudidayakan dalam keramba di Ranu Pakis. Pada musim-musim
tertentu—entah bulan apa, saya lupa—harga ikan akan sangat anjlok karena banyak
ikan nyaris mati disebabkan suhu air dalam ranu menurun.
Bagi yang doyan makan ikan air
tawar, Ranu Pakis tak hanya menyajikan pemandangan yang menyegarkan mata, tapi juga
menawarkan ikan-ikan segar yang siap diolah dan mengenyangkan. Oya, kedua ranu ini juga bisa dijadikan sebagai tempat memancing. Menikmati sore dengan udara segara sambil memancing, tentu asyik, bukan? Jadi, tak ada
ruginya mampir ke Lumajang.
Yogyakarta,
Juli 2015
Post a Comment
Post a Comment
meninggalkan komentar lebih baik daripada meninggalkan pacar. hehehe...