Jogja Jogja tetap istimewa
Istimewa negerinya istimewa orangnya
Mereka yang tinggal di Jogja tentu tidak asing dengan lagu yang dipopulerkan oleh Jogja Hip Hop Foundation ini. Jogja dengan segala warna-warninya memang istimewa, menjadi magnet bagi banyak orang untuk mendatanginya. Dan, salah satu keistimewaan Jogja adalah kulinernya yang tak pernah sepi dari kreativitas dan inovasi.
Kuliner termasuk salah satu bidang ekonomi kreatif yang sedang gencar dikembangkan oleh pemerintah. Jogja sebagai salah satu kota tujuan para pendatang, terutama untuk berwisata dan studi, mempunyai potensi besar di bidang kuliner. Tetapi, kebanyakan orang di luar Jogja hanya tahu gudeg dan bakpia sebagai makanan khas Jogja. Padahal, Jogja punya beragam makanan dan minuman, sebagian cocok dijadikan oleh-oleh dari Jogja.
Dalam acara Gelar Produk Makanan dan Minuman Istimewa yang diselenggarakan oleh PLUT-KUMKM DI Yogyakarta dan Dinas Koperasi DI Yogyakarta, terlihat keistimewaan Jogja lewat beragam jenis makanan dan minuman yang tersaji di berbagai stan para pelaku usaha. Acara yang digelar pada pada 3–4 Mei 2019 ini seolah ingin menunjukkan bahwa kreativitas para pelaku usaha kuliner di Jogja terus berkembang tanpa meninggalkan orisinalitasnya.
Di halaman Kantor Eks Dinas Pariwisata DI Yogyakarta, stan-stan paa pelaku usaha berjajar di bawah tenda yang teduh. MC beberapa kali memperkenalkan berbagai makanan dan minuman yang dijual di acara ini. Dengan suara lantang diselingi canda tawa, ia mengundang para pejalan kaki di Malioboro untuk mencicipi aneka kuliner yang disajikan. Beberapa stan juga menyediakan tester yang bisa dicicipi secara gratis.
Saya yang baru sampai di halaman Kantor Eks Dinas Pariwisata DI Yogyakarta, buru-buru mencari stan minuman. Setelah berpanas-panas di jalan, saya butuh minuman dingin untuk mengusir haus. Saat melihat-lihat, sebuah stan minuman dengan tulisan “es kuwu” menarik perhatian saya. Ke sinilah akhirnya saya berhenti.
Es Kuwut; dari Dunia Dunia Maya ke Dunia Nyata
Stan ini menjual beberapa jenis minuman, seperti es cokelat dan minuman yang sedang hits belakangan ini, yaitu Thai tea. Tetapi, yang membuat saya penasaran untuk mencobanya adalah es kuwut. Di dalam toples besar, es kuwut berwarna hijau dengan potongan jeruk nipis terlihat begitu segar dan menggoda di tengah hari yang panas.
“Mbak, es kuwut ini bahannya apa?” tanya saya yang baru pertama kali akan mencicipi es kuwut.
“Kelapa muda dan melon serut, selasih, jeruk nipis, dan sirup melon,” terangnya sambil menuang es kuwut ke dalam gelas.
Segelas es kuwut seharga Rp10.000,00 sedang saya nikmati. Seperti tampilannya, rasanya memang segar. Cocok diminum saat cuaca panas seperti sekarang. Potongan jeruk nipis dengan aromanya yang khas membuat minuman ini semakin nikmat. Ini pertama kali saya tahu dan mencicipi es kuwut karena memang jarang saya temui di Jogja.
“Kok bisa punya ide bikin es kuwut, Mbak? Resepnya dari mana?”
Nia, gadis muda yang menjaga stan menjawab, “Dari Youtube, Mbak.”
Nia juga menuturkan bahwa es kuwut ini merupakan menu baru yang ia jual. Sejak tahun 2015, ia sudah berjualan es cokelat. Lalu, saat Thai tea mulai hits, ia tak mau ketinggalan meramaikan pasar. Belakangan ini, ia berkreasi dan berinovasi dengan es kuwut yang ia temukan di dunia maya, Youtube. Nia telah merespons geliat dunia digital untuk menemukan ide dan berkreasi dengannya. Ia telah berhasil menghadirkan es kuwut yang ia temukan di dunia maya, ke dunia nyata. Dan saya telah menikmatinya.
Bertemu Mr. Telo dari Kulonprogo
Jujur saja, sebelum tinggal di Jogja, saya tidak mengenal geblek. Makanan berbahan dasar tapioka ini memang kurang dikenal di luar Jogja. Padahal, geblek termasuk salah satu potensi kuliner Jogja. Bersama Mr. Telo, geblek mulai naik kelas. Kreativitas membawanya semakin dikenal. Adalah Pak Supriadi, sosok di balik Mr. Telo yang mengangkat pamor geblek agar setara dengan oleh-oleh khas Jogja lainnya.
Sejak tahun 2015, Pak Supriadi dan istrinya mulai berkreasi dan berinovasi menciptakan geblek yang unik namun tetap khas. Jika geblek yang banyak beredar di pasaran hanya geblek berwarna putih tanpa ada inovasi lain yang ditawarkan, Pak Supriadi melalui Mr.Telo berhasil menyajikan geblek dengan berbagai varian. Ada geblek udang, geblek tuna, geblek tengiri, geblek cabe, dan tentu saja geblek original. Harga satu bungkus geblek berkisar antara Rp12.000–Rp18.000.
Butuh waktu kurang lebih enam bulan bagi Pak Supriadi untuk berkreasi menemukan cita rasa yang pas sebelum menyajikan geblek Mr.Telo dengan berbagai varian rasa. Hasilnya, geblek bercita rasa unik ini banyak diminati pembeli. Dengan kemasan vacuum yang hampa udara, geblek Mr.Telo mampu bertahan hingga dua bulan, sehingga bisa dijadikan oleh-oleh atau dikirim keluar kota.
Berkat kreativitas Pak Supriadi dalam membuat geblek, kini pemasaran geblek Mr.Telo telah merambah banyak supermarket dan toko-toko online yang dikelola oleh para reseller. Saat ditemui di acara Gelar Produk Makanan dan Minuman Istimewa, ia mengatakan bahwa sampai tahun ini, ia telah mempekerjakan 16 karyawan dan omzet perusahaannya mencapai 100an juta.
Ketika Cokelat dan Tempe Bersatu di Pawiro Chocolate
Stan selanjutnya yang saya datangi adalah Pawiro Chocolate. Selama ini saya tak pernah membayangkan makan tempe dicampur cokelat karena pada umumnya, cokelat dipadukan dengan mete, kacang tanah, buah-buahan, kue, dan sejenisnya. Sampai akhirnya saya menemukan tempe berbalut cokelat dari Pawiro Chocolate.
Kreativitas dari ide yang out of the box ini dicetuskan oleh Ibu Dyah pada tahun 2018 di Sleman, DI Yogyakarta. Kini, sudah lebih dari setahun ia menghadirkan keunikan produknya, yakni cokelat tempe. Cokelat yang nikmat, sehat, dan pembangkit mood dipadukan dengan tempe yang bergizi dan sangat Indonesia. Lalu, lahirlah Pawiro Chocolate.
Pada gigitan pertama, mungkin rasanya seperti cokelat pada umumnya. Tapi selanjutnya, ada sensasi renyah yang berbunyi kres-kres pada gigitan kedua. Kerenyahan itu datang dari tempe yang dibalut cokelat dan menjadi keunikah Pawiro Chocolate. Harga cokelat ini beragam, tergantung kemasan dan ukuran. Untuk eceran, harga per potong adalah Rp1.500,00. Ada juga kemasan besar yang cocok untuk oleh-oleh. Harganya berkisar antara Rp.30.000-Rp35.000.
“Ini tahan berapa lama, Bu?” tanya saya sebelum membeli cokelat kemasan besar untuk oleh-oleh saat mudik nanti.
“Sebenarnya bisa tahan sampai 12 bulan, Mbak, tapi saya tulis 10 bulan,” terangnya dengan ramah.
Saat ini, distrubusi Pawiro Chocolate sudah cukup luas di supermarket-supermarket yang tersebar di wilayah Di Yogyakarta. Tak hanya itu, Bu Dyah juga memasarkan produknya ke kopma-kopma di kampus-kampus Jogja. Krativitasnya telah tertuang dalam potongan-potongan cokelat dan turut mewarnai jagat kuliner Jogja yang istimewa.
Setelah berkeliling dan mencicipi aneka kuliner di acara Gelar Produk Makanan dan Minuman Istimewa, saya sampai pada sebuah kesimpulan bahwa kreativitas bisa datang dari mana saja dan diaplikasikan pada apa saja, termasuk kuliner. Di tengah gempuran makanan-makanan kekinian, pelaku usaha kuliner dituntut berkreasi dan berinovasi agar tetap survive serta mengikuti selera pasar tanpa menanggalkan ciri khas yang menjadi keistimewaan.
Nia, Pak Supriadi, dan Ibu Dyah, bagi saya, ketiganya merepresentasikan pengusaha kreatif yang tanggap pada perubahan zaman. Kreativitas mereka tidak hanya turut mengembangkan bidang ekonomi kreatif, tetapi juga menyemarakkan keistimewaan Jogja dengan ragam kulinernya.
Post a Comment
Post a Comment
meninggalkan komentar lebih baik daripada meninggalkan pacar. hehehe...