“Aku pernah merasakannya. Dulu. Seperti seorang
pencinta kopi yang kehilangan satu-satunya cangkir kesayangannya.”
Aku
adalah seorang pencinta kopi yang punya sebuah cangkir kesayangan. Hanya satu.
Karena setiap orang memang hanya diberi satu cangkir. Selalu kujaga cangkir
itu. Sebab, aku kebingungan bila cangkir itu tak ada. Jika aku tak punya kopi
atau gula, aku bisa membeli atau memintanya kepada teman—jika tak punya uang.
Namun, bila cangkir itu tak ada. Bagaimana aku bisa menikmati kopi dengan
berbagai varian rasanya? Sementara, cangkir itu tak dijual. Setiap orang hanya
diberi sebuah—dan satu kali.
Cangkirku
pernah retak. Tapi, retak tak selalu berujung pada belah, bukan? Setidaknya
begitulah harapanku. Cangkir retak itu kuperbaiki lagi. Kuperkuat dengan lem
termahal yang butuh perjuangan untuk mendapatkannya. Dalam waktu lama pula. Lem
itu tak bisa bekerja secara instan. Harus bertahap. Kini, mulai kuseduh lagi
kopiku. Kunikmati seadanya. Dengan bermacam rasa. Namun, satu yang tak boleh
kulupa; menjaga cangkirku agar tetap utuh. Aku takut bila ia retak lagi. Sebab,
cangkir itu adalah hati.
Jogja, 17 Oktober 2013
hmm... susah tapi ya mbak, ngelem cangkir yang uda retak....
ReplyDeleteSusah banget. Hehehe... alteco aja gak mempan.
ReplyDeleteSusah banget. Hehehe... alteco aja gak mempan.
ReplyDeleteCangkirku selalu diisi air putih. Kebersihannya selalu terjaga. Tidak ada noda. Trus iseng-iseng aku coba sirup, teh, coklat, susu, ternyata enak!
ReplyDeleteNah, lalu aku coba kopi. Enak! tapi kopi bikin kecanduan. Lalu lama-lama aku sangat jarang minum air putih. Aku senantiasa mengisinya dengan kopi :)